
walknesia.id – Anggota DPR dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) setelah membuat pernyataan yang dinilai tidak etis terkait istilah “parcok” dalam Pilkada 2024. Pernyataan tersebut, yang disampaikan dalam sebuah acara diskusi politik, menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan, karena dianggap menghina proses demokrasi serta merendahkan para calon kepala daerah yang sedang berkompetisi dalam Pilkada.
Peristiwa bermula saat anggota DPR yang berasal dari partai besar itu menyebutkan istilah “parcok” untuk menggambarkan kampanye politik yang menurutnya tidak mencerminkan etika yang baik. Istilah ini dipandang memiliki konotasi negatif, yang merujuk pada praktek-praktek politik yang dianggap tidak terhormat atau merugikan bagi sistem demokrasi. Pernyataan tersebut kemudian menjadi viral dan memicu perdebatan publik yang cukup luas.
Pernyataan tersebut mendapat kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk pengamat politik, aktivis, serta masyarakat luas. Menurut mereka, seorang anggota DPR harus menjaga sikap dan tutur kata, terutama dalam menyikapi isu-isu penting seperti Pilkada yang akan mempengaruhi masa depan bangsa. “Pernyataan semacam ini hanya akan merusak citra lembaga DPR dan merendahkan proses demokrasi yang sedang berjalan,” ujar Andi Suryanto, seorang aktivis yang juga menanggapi kontroversi tersebut.
Sebagai respons terhadap pernyataan tersebut, sejumlah pihak langsung melaporkan anggota DPR itu ke MKD, dengan alasan bahwa pernyataan tersebut telah melanggar kode etik DPR. Mereka mendesak agar MKD segera menindaklanjuti laporan tersebut untuk memberikan sanksi yang tegas, guna menjaga integritas lembaga legislatif dan memastikan bahwa anggota DPR senantiasa menjaga kehormatan institusi yang mereka wakili.
Ketua MKD, Fadli Zon, dalam keterangannya menegaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait pernyataan anggota DPR tersebut dan akan segera memprosesnya. “Kami akan segera menggelar sidang etik untuk memeriksa kasus ini. Anggota DPR harus bisa menjadi teladan yang baik dalam berpolitik dan berbicara. Kami akan melihat apakah pernyataan tersebut melanggar kode etik,” kata Fadli Zon.
Meski demikian, anggota DPR yang dilaporkan tersebut membantah bahwa pernyataannya dimaksudkan untuk merendahkan proses Pilkada. Ia menjelaskan bahwa istilah “parcok” digunakan untuk menggambarkan praktik politik yang menurutnya terjadi di beberapa tempat dan seharusnya menjadi bahan evaluasi dalam Pilkada 2024. Ia juga menegaskan bahwa tujuannya adalah untuk mengkritisi praktik-praktik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang baik.
Namun, banyak pihak tetap merasa bahwa ungkapan tersebut tidak layak digunakan oleh seorang wakil rakyat. Dalam konteks ini, proses hukum di MKD sangat diharapkan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga DPR dan memastikan bahwa perilaku anggota DPR tetap sesuai dengan norma-norma etika yang berlaku.
Kasus ini diharapkan dapat memberikan pelajaran bagi seluruh anggota legislatif agar lebih berhati-hati dalam berbicara, terutama ketika mengungkapkan pendapat atau kritik yang dapat berpotensi menimbulkan kontroversi atau merusak citra lembaga negara. Pemeriksaan di MKD akan menjadi ujian bagi DPR dalam menjaga integritas dan kredibilitasnya di mata masyarakat.