Erling Haaland dikenal sebagai mesin gol mematikan yang mampu mencetak gol dari segala sudut. Namun, belakangan ini publik dan pengamat sepak bola mulai menyoroti satu hal mencolok: Haaland seakan ‘hilang’ saat tampil di laga-laga final. Meski tajam di laga-laga reguler, performa penyerang Manchester City itu di partai puncak masih belum menunjukkan taring yang sama.
Fenomena ini tentu mengundang banyak pertanyaan. Apakah Haaland memang kesulitan dalam laga tekanan tinggi? Ataukah ini hanya masalah taktik dan kesempatan? Mari kita bahas lebih dalam.
Statistik Tidak Berbohong: Haaland Tumpul di Final
Secara statistik, Erling Haaland memang kurang bersinar dalam pertandingan final, baik bersama Manchester City maupun tim sebelumnya. Sebagai contoh, dalam final Liga Champions 2023 melawan Inter Milan, Haaland nyaris tidak mendapat peluang berarti dan hanya mencatatkan satu tembakan ke gawang.
Demikian pula saat tampil di final FA Cup dan Community Shield, kontribusinya minim, bahkan beberapa kali gagal mencatatkan tembakan tepat sasaran. Padahal, di musim reguler Liga Premier, Haaland sukses mencetak lebih dari 30 gol — membuktikan bahwa kemampuannya mencetak gol sebenarnya luar biasa.
Faktor Tekanan dan Taktik Lawan
Salah satu penyebab utama mengapa Haaland kesulitan di laga final adalah pengawalan ketat dari lini belakang lawan. Tim lawan biasanya memasang skema bertahan yang lebih disiplin dan mengunci ruang gerak sang striker.
Selain itu, tingginya ekspektasi dan tekanan mental di partai final juga bisa memengaruhi performa. Meski Haaland dikenal dingin di depan gawang, tekanan di laga puncak sering kali berbeda. Seorang penyerang harus bekerja lebih keras untuk mencari celah, dan kadang, itu tidak cukup.
Peran Sistem Guardiola: Pedang Bermata Dua?
Menariknya, ada juga yang menilai bahwa sistem permainan Pep Guardiola belum sepenuhnya menyesuaikan karakter Haaland dalam laga-laga krusial. Gaya main City yang cenderung mengontrol permainan lewat umpan pendek dan penguasaan bola tinggi, kadang membuat Haaland terisolasi di lini depan.
Sebaliknya, Haaland adalah tipe striker eksplosif yang membutuhkan ruang dan suplai bola cepat. Jika lawan memaksa City bermain lambat, Haaland jadi minim sentuhan dan akhirnya kehilangan pengaruh di lapangan.
Akankah Haaland Pecahkan Kutukan Final?
Meski belum tajam di final, potensi Haaland tetap tidak terbantahkan. Usianya yang masih muda dan pengalaman yang terus bertambah bisa menjadi modal penting untuk membalikkan narasi ini. Banyak penyerang hebat dunia pun butuh waktu untuk bersinar di pertandingan besar.
Para penggemar City dan Norwegia tentu berharap, cepat atau lambat, Haaland akan membungkam kritik lewat gol krusial di final penting—dan bukan hanya dalam laga reguler.
Kesimpulan: Mesin Gol yang Masih Mencari Momen Terbesar
Erling Haaland telah membuktikan dirinya sebagai striker kelas dunia, tapi ia masih punya satu celah: tampil garang di laga-laga final. Dengan kombinasi taktik tepat, mental yang lebih matang, dan dukungan tim yang optimal, bukan tidak mungkin Haaland akan segera menorehkan namanya dalam sejarah laga final sebagai pencetak gol penting.